Perkenalkan, saya Muh. Firmansyah Kasim, Teknik Elektro angkatan 2009. Saya ingin menceritakan pengalaman unik saya waktu mau masuk ITB dulu.
Waktu SMA, alhamdulillah saya pernah mendapat medali emas olimpiade fisika internasional (IPhO) tahun 2007 di Iran. Dengan berbekal prestasi saya tersebut, saya ditawari universitas di Singapura yaitu NTU dan NUS, tapi saya tolak karena saya ingin berkuliah di ITB dulu untuk S1.
Saat itu ada jalur bebas tes yang diperuntukkan kepada peraih medali emas nasional untuk masuk ke jurusan bidang olimpiadenya. Dan saya mencoba untuk masuk ke ITB melalui jalur bebas tes. Saya pun mengirimkan sertifikat-sertifikat olimpiade internasional saya ke ITB dengan harapan dapat diterima tanpa tes ke jurusan Fisika ITB.
Setelah beberapa bulan menunggu, tidak ada jawaban dari ITB. Sampai akhirnya saya mencoba untuk menghubungi ITB dan jawaban yang saya terima cukup mengagetkan. Katanya (kurang lebih seperti ini), "adek kan medali emas internasional, sedangkan yang diterima bebas tes itu medali emas nasional".
Saya tidak tahu, apakah ITB sangat keras pada peraturan atau mereka tidak tahu kalau olimpiade internasional itu ada. Cukup sedih juga. NTU dan NUS saja menawari saya untuk kuliah di sana. Bahkan NTU sampai jauh-jauh datang ke Makassar (asal daerah saya), tapi ITB malah menolak saya. Kalau saja saat itu saya belum menolak NTU dan NUS, saya pasti sudah menerima tawarannya.
Akhirnya, saya pun mendaftar USM sebagai orang biasa yang tidak memiliki prestasi apa-apa. Waktu itu saya memilih STEI sebagai pilihan pertama saya karena rekomendasi dari beberapa teman saya dan alhamdulillah lulus.
Sebagai penutup, saya harap ITB dan Indonesia secara umum lebih menyadari betapa pentingnya orang-orang berprestasi di Indonesia. Banyak teman-teman olimpiade saya yang kuliah di luar negeri karena univ luar negeri lebih menghargai orang berprestasi. Mereka bukannya tidak mencintai tanah air kita, tapi tanah air kita yang kurang mencintai mereka.