Kunjungan teman kampus ke kos untuk sekedar bercerita mengenai
blog yang saya dan dia buat – dentista – yang ternyata template
blognya sama, membuka mata hati tangan-tangan saya untuk bergerak, menulis lagi.
Berawal dari pembicaraan kita mengenai
kisah kecelakaan bis mahasiswa FK Undip tempo lalu, yang ternyata salah satu
dari kedua korban memiliki hobi nge-blog, dan sebelum meninggal ia menulis
tentang kematian yang judulnya Dosen
Tak Bernyawa. Terbayang apa yang saya lakukan sebelum ini adalah membaca
tulisan seorang anak yang telah meninggal. Saya membaca selah-olah si penulis
masih hidup. Get what I mean?
Semoga kutipan dari Pramoedya AnantaToer dapat membantu menjelaskan.
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. (Rumah Kaca, h. 352)”
Saya rasa hampir semua
orang hebat menulis, banyak orang terkenal lewat jurnal ilmiah, buku, blog,
bahkan twitter. Medianya sudah menjamur, tinggal bagaimana kita
memanfaatkannya. Rhenald Kasali misalnya,
ia ekonom, penulis buku dan jurnal mengenai ekonomi, pengisi website rumah
perubahan, membuat blog di facebook, dan berkultwit ria di twitter. Paket
lengkap. Atau Soe Hok Gie, mahasiswa yang melakukan pemberontakan melalui tulisannya di media cetak saat itu, buku mengenai catatan seorang demonstran dibukukan setelah lama ia meninggal, artinya keberadaan Gie masih saja diakui sepeninggalannya. Terakhir, sebut saja pujangga Yunani Socrates, Plato,
dan Aristoteles tiga
orang filsuf guru-murid turun temurun, sudah berapa ratus tahun yang lalu mereka
meninggal? Karyanya masih saja melegenda dan dibaca banyak orang.
Dan menulis bisa jadi sebuah panggilan
hati atau hobi, tapi kalo saya? Saya lebih ke arah membiasakan diri untuk
menulis karena [jujur] saya tidak ingin mati tenggelam oleh jaman. Lagipula
menulis juga salah satu wujud untuk melatih otak, otak kiri akan mengasah
kemampuan analisis dan rasional atas apa yang kita tulis, sedangkan otak kanan
memberikan imajinasinya. Dengan menulis, semua daya otak terpakai. More
info.
Saya pernah men-share bagaimana
kondisi bangsa Indonesia dalam hal penerbitan buku disini.
Sesungguhnya seberapa banyak buku yang diterbitkan suatu bangsa mencerminkan kualitas
suatu bangsa. Kita masih kalah dari Malaysia dan Vietnam, miris kan? Saya pun
belum menulis buku, belum terpikirkan untuk menulis buku malahan, menulis blog
seperti ini saja sudah membuat otak saya bekerja jauh dari biasanya. Entah ada yang baca atau gak, saya selalu puas setiap setiap menyelesaikan satu postingan. Gak ada salahnya kan kalo kita memulai menulis dari yang kecil-kecil seperti ini.
Salam go-blog!