Thursday, October 3, 2013

ALAY

,
ALAY adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan" atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotip yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Selain itu, alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan (lebay) dan selalu berusaha menarik perhatian. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup.  Dalam gaya bahasa, terutama bahasa tulis, alay merujuk pada kesenangan remaja menggabungkan huruf besar-huruf kecil, menggabungkan huruf dengan angka dan simbol, atau menyingkat secara berlebihan. Dalam gaya bicara, mereka berbicara dengan intonasi dan gaya yang berlebihan.

Akhir-akhir ini saya sering dibilang “alay” oleh seorang adik kecil dan jika benar definisi alay Wikipedia adalah seperti itu, maka saya termasuk didalamnya, dulu, mungkin sekarang masih.

Saya bukan termasuk anak yang aktif di jurusan, dan saya yakin banyak dosen yang tidak tahu saya, atau mungkin cuma tau wajah saja, atau mungkin tidak tahu sama sekali. Ah saya jadi ingat masa lalu, ketika kakak pertama saya yang pernah berada satu kampus dengan saya datang berkunjung ke kampus, dan dilihatnya tidak ada dosen yang ia kenal, seketika ia menghubungi salah satu dosen yang dianggapnya dekat. Berikut percakapannya, dengan revisi.
Kakak: “Bos, saya lagi di kampus. Adik saya kuliah disini juga”
Dosen: “Saya lagi sakit mata, ga bisa ke kampus. Oh, adik kamu yang sepatunya jelek itu ya?”

What the?! Saya ingat waktu itu saya sedang ujian semester, saya duduk, lalu dosen itu datang menghampiri dan berkata “Sepatumu jelek amat, ngambil dimana?” Saya berahasil untuk tidak berontak. Takut dilempar sepatu.

Style saya saat itu: kemeja, jeans, dan sepatu converse. Cukup oke, kan?
Saya sungguh menghayati kenikmatan bersepatu seperti itu, semakin lama sepatu dipakai, semakin nyaman pula saya menikmatinya. Ibu pun jauh sebelumnya pernah mengeluhkan sepatu converse saya yang sudah dijahit berkali-kali, malu katanya. Saya cuek aja.

Lain waktu, saat saya rasa ke-alay-an saya sudah berkurang - sepatu sudah lebih baik, dan style berpakaian sudah lebih keibuan -  saya mencoba peruntuan lain, ketika itu ada seleksi workhop internasional di luar negeri yang cukup bergengsi di kalangan teknik. Ada empat tahap, dua tahap pertama saya merasa biasa aja. Loncat ke tahap empat, saat itu sudah siang hari terik, tapi dosen penguji tersenyum sumringah karena saya dinyatakan berhasil membuat joke yang entah saya lupa “Dari tadi ga ada peserta yang kaya kamu” katanya. Saya pun ikut senang.

Mundur ke tahap tiga, dosen yang menyeleksi adalah dosen saya sendiri, karena saya termasuk mahasiswa yang sangat biasa, saya yakin dosen ini tidak mengenal saya, tapi keadaan berkata lain setelah saya mengenalkan nama…

Dosen saya bilang “Ooh, kamu yang sintamooo sintamooo itu ya?”
Apa mungkin dosen ini membaca blog saya yang dulu ada tagline “Sintamooo Berguling, never ending guling-guling”?
“Bukan pak! Saya sinta irawati” tegas saya.
Dosen menanggapi “iya, kamu sintamoo itu kan? Kamu pernah ngirim email ke saya pake saphiemooo!”
Saya shock!  [aakk tidaaak!!] “Ah bapak, itu kan dulu email saya masih alay. Sekarang udah enggak kok, Pak” sembari menaikkan alis.
Lalu dosen menjawab lagi “iya, email kamu udah gak alay. Tapi kamu nya yang alay.”


Baiklah, saya tidak lolos seleksinya.
Read more →

"Ibu, aku sudah dewasa"

,
Gusi bagian belakang saya sakit: cenat-cenut-cenat-cenut. Seketika saya ingat pengalaman teman-teman yang sudah mulai tumbuh gigi dewasanya, nyeri katanya. Dan saya pun senang bukan main saat saya tahu kalau akhirnya gigi terakhir saya akan tumbuh. Tak sabar saya ingin mengabari ibu kalau saya sudah dewasa karena tumbuhnya gigi.

Saya nikmati setiap detik cenat-cenutnya dengan lidah saya. Sampai beberapa jam kemudian saya sadar, saya buka lebar-lebar mulut ini, saya lihat bagian dalam mulut saya dengan cermin, saya amati baik-baik. Ah, ternyata sariawan.

Ibu, aku tidak jadi dewasa..
Read more →