ALAY adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan" atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotip yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Selain itu, alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan (lebay) dan selalu berusaha menarik perhatian. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup. Dalam gaya bahasa, terutama bahasa tulis, alay merujuk pada kesenangan remaja menggabungkan huruf besar-huruf kecil, menggabungkan huruf dengan angka dan simbol, atau menyingkat secara berlebihan. Dalam gaya bicara, mereka berbicara dengan intonasi dan gaya yang berlebihan.
Akhir-akhir ini saya sering
dibilang “alay” oleh seorang adik kecil dan jika benar definisi alay Wikipedia adalah seperti itu, maka
saya termasuk didalamnya, dulu, mungkin sekarang masih.
Saya bukan termasuk anak
yang aktif di jurusan, dan saya yakin banyak dosen yang tidak tahu saya, atau
mungkin cuma tau wajah saja, atau mungkin tidak tahu sama sekali. Ah saya jadi
ingat masa lalu, ketika kakak pertama saya yang pernah berada satu kampus
dengan saya datang berkunjung ke kampus, dan dilihatnya tidak ada dosen yang ia
kenal, seketika ia menghubungi salah satu dosen yang dianggapnya dekat. Berikut
percakapannya, dengan revisi.
Kakak: “Bos, saya lagi di
kampus. Adik saya kuliah disini juga”
Dosen: “Saya lagi sakit mata,
ga bisa ke kampus. Oh, adik kamu yang sepatunya jelek itu ya?”
What the?! Saya ingat waktu
itu saya sedang ujian semester, saya duduk, lalu dosen itu datang menghampiri
dan berkata “Sepatumu jelek amat, ngambil dimana?” Saya berahasil untuk tidak
berontak. Takut dilempar sepatu.
Style saya saat itu: kemeja,
jeans, dan sepatu converse. Cukup oke, kan?
Saya sungguh menghayati
kenikmatan bersepatu seperti itu, semakin
lama sepatu dipakai, semakin nyaman pula saya menikmatinya. Ibu pun jauh
sebelumnya pernah mengeluhkan sepatu converse saya yang sudah dijahit berkali-kali,
malu katanya. Saya cuek aja.
Lain waktu, saat saya rasa
ke-alay-an saya sudah berkurang - sepatu sudah lebih baik, dan style berpakaian
sudah lebih keibuan - saya mencoba peruntuan lain, ketika itu ada
seleksi workhop internasional di luar negeri yang cukup bergengsi di kalangan
teknik. Ada empat tahap, dua tahap pertama saya merasa biasa aja. Loncat ke
tahap empat, saat itu sudah siang hari terik, tapi dosen penguji tersenyum
sumringah karena saya dinyatakan berhasil membuat joke yang entah saya lupa “Dari
tadi ga ada peserta yang kaya kamu” katanya. Saya pun ikut senang.
Mundur ke tahap tiga, dosen
yang menyeleksi adalah dosen saya sendiri, karena saya termasuk mahasiswa yang
sangat biasa, saya yakin dosen ini tidak mengenal saya, tapi keadaan berkata
lain setelah saya mengenalkan nama…
Dosen saya bilang “Ooh, kamu
yang sintamooo sintamooo itu ya?”
Apa mungkin
dosen ini membaca blog saya yang dulu ada tagline “Sintamooo Berguling, never
ending guling-guling”?
“Bukan pak! Saya sinta
irawati” tegas saya.
Dosen menanggapi “iya, kamu
sintamoo itu kan? Kamu pernah ngirim email ke saya pake saphiemooo!”
Saya shock! [aakk tidaaak!!] “Ah bapak, itu kan dulu email
saya masih alay. Sekarang udah enggak kok, Pak” sembari menaikkan alis.
Lalu dosen menjawab lagi “iya,
email kamu udah gak alay. Tapi kamu nya yang alay.”
Baiklah, saya tidak lolos
seleksinya.