Wednesday, July 3, 2013

Insinyur atau Kuli Hitung?

,


Doktrin cita-cita menjadi insinyur sudah tergambar semenjak saya memasuki fase gelisah di Sekolah Menengah Atas, padahal suka dengan matematika pun tidak, yah sedikit, apalagi fisika. Akhirnya, berdasarkan diskusi panjang dengan sanak saudara, saya memutuskan untuk menjadi insinyur dengan mata pelajaran fisika tersedikit, malah kalau bisa sekalian saja tidak ada. Setelah lebih dari setahun mencoba perguruan tinggi di sana-sini, hanya satu fakultas teknik yang menerima saya, tarrraaaa: Teknik inilah yang akhirnya membawa saya ke penghujung kuliah, dengan mata pelajaran fisika yang hanya dua semester. Tapi anehnya justru di kuliah inilah saya menikmati bermain dengan fisika, catetan full, pencapaian nilai akhir selalu B, memuaskan!

Bobot hitung-hitungan dan teori pemahaman berkisar 7.5 : 2.5, agak susah rasa-rasanya bagi yang tidak berminat di dunia menghitung, tapi saya enjoy. Kalkulus misalnya, siapa sangka kalkulus ada sampai empat tahap, tapi Alhamdulillah saya berhasil meluluskan keempatnya. Bangga! Belum hitung-hitungan mata kuliah lain. Tapi sadarkah saya untuk apa hitung-hitungan ini? Cuma sekedar mendapat nilai “yang penting lulus” atau memang benar-benar paham untuk apa saya menghitung? Saya tidak tahu kedepannya buat apa saya menghitung kubah masjid dengan integral, buat apa saya menghitung kecepatan dengan limit, buat apa saya praktikum gergaji, bubut dsb, buat apa saya menghitung kekuatan truss. Jadi selama ini saya menghitung, saya hanya kuli hitung yang diminta menghitung tanpa tahu untuk apa hitungan yang saya hitung-hitung. Apa jadinya kalo semua insinyur kayak saya semua?

Berbanggalah kalian yang sepenuh hati menerjuni dunia ini, dan tahu mau kalian apakan ilmu-ilmu menghitung ini kedepannya, jadi kuliah benar-benar tidak hanya sekedar menjadi kuli hitung. Bukannya tidak sepenuh hati, tapi justru di akhir hayat perkuliahan ini saya seperti menemukan jati diri saya yang lain, saya berfikir untuk merubah haluan, karena saya tahu seandaianya saya menjadi insinyur sungguhan pun, saya tidak akan terlihat menarik untuk dilirik perusahaan berisikan insinyur.

Kecuali saya adalah insinyur dengan profesi yang tidak keinsinyuran.


Intermezzo:
Tanda tangan, di akhir tanda tangan saya menuliskan huruf “IR”, tahukah bahwa inisial tersebut selain berartikan nama belakang saya, itu juga berarti insinyur, doktrin kuat dalam diri saya nanti saya akan menjadi insinyur. Agak alay memang, tapi ini tanda tangan sejak sekolah dasar. Semenjak setahun belakangan saya berfikir untuk merubah tanda tangan saya yang alay itu menjadi lebih simple dan elegan, tapi setelah saya tanyakan ke pihak bank [saat itu sedang mengurus kehilangan ATM] mengenai rencana ini mereka bilang akan susah nantinya. Saya urungkan niat mulia saya ini.
Read more →