Macet Jakarta Sumber Gambar |
Percakapan
di dalam mobil
Me: Nyalain AC, ma.
Mom: [AC nyala] Mama udah gak pernah pake AC, ta. Bensin mahal banget sekarang.
Me: [kaget kemudian bijak] Hah?! Yah kan
emang tujuan pemerintah naikin harga BBM supaya orang-orang jadi naik angkot.
Makanya naik angkot aja!
Mom: Naik angkot banyak copet, lagian masih
macet juga.
Lantas
siapa yang salah? Ibu saya yang salah? Ibu selalu benar, kawan.
Jakarta, ibu kota Negara
Indonesia, dengan 10.187.595 juta jiwa dalam
luas sekitar 661.52 km2, yang berarti melebihi
batas ideal suatu kota [batas ideal: 6,5 juta penduduk] dan merupakan kota
dengan jumlah mall
terbanyak di dunia, yaitu mencapai 170 mall adalah kota
dengankemacetan tertinggi. Sewaktu saya magang di daerah Sunter, untuk
berangkat dari Bekasi dengan timing yang tepat, saya akan sampai dalam waktu 45
menit, jika lewat sedikit dari timing akan lebih dari sejam. Sedangkan kepulangannya
memakan waktu hingga empat jam, paling cepat dua jam. Coba saja kalikan waktu
terjebak macet dengan jumlah hari kerja per tahun, berapa banyak waktu yang
saya buang?
Penyebab
Kemacetan
·
Jakarta adalah pusat dari segala pusat. Pusat
pemerintahan, perkantoran, perbelanjaan, hiburan semuanya menjadi satu di
Jakarta. Terpusatnya segala aspek di satu titik menjadi kesan bahwa Jakarta tidak
punya planning yang terarah sejak awal. Kalaupun mau merubah, akan terasa
sulit.
·
Urbanisasi besar-besaran. Keyakinan nasib
akan berubah setelah datang ke ibu kota masih cukup besar, karena itu
pemerintah memberikan wacana “Jangan datang ke Jakarta kalo belum ada pekerjaan”
·
Jumlah penduduk yang tidak wajar diiringi kurangnya
kesdaran masyarakat. Ibu saya misalnya, sudah tahu harga BBM naik, beliau
mengeluh tapi tetap saja naik kendaraan pribadi.
·
Pembangunan yang dilakukan terus-menerus.
Developer berlomba-lomba membangun perumahan, mall, gedung dan sebagainya,
sasaran empuk bagi pendatang yang akan menetap untuk membeli rumah. Dan lagi,
pembangunan jalan yang terus dilakukan, namun tidak seiring dengan volume
pertambahan kendaraan bermotor. Jalan semakin melebar, kendaraan juga semakin
banyak.
·
Banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan
di pinggir jalan, sehingga membuat terhambatnya arus laju kendaraan.
·
Banjir besar setiap tahun menjadi salah satu
penyumbang kemacetan di Jakarta, jalanan menjadi tersendat, bahkan membuat
kendaraan menjadi mogok.
·
Rasa tidak percaya penduduk bahwa solusi
pemerintah dapat membantu menyamankan diri selama perjalanan. Lagi-lagi ibu
saya contohnya, ketakutan akan ketidakamanan transportasi publik menjadi faktor
utama, tidak menjamin setelah naik angkot, beliau akan cepat sampat dan dalam
keadaan aman.
·
Jumlah kendaraan yang terus meningkat dari
detik ke detik, volume
pertambahan kendaraan per tahunnya adalah 11.26%, sedangkan pertambahan ruas
jalan adalah 0.01%. Semua perusahaan kendaraan bermotor punya target
tinggi terhadap penjualan, dan semuanya juga memberikan inovasi terbaru dalam
kemajuan kendaraan tersebut. Satu sisi baik, sisi lainnya justru merugikan.
Jika seksama, kita dapat
melihat bahwa kemacetan seperti siklus. Mulai dari pemusatan segala aspek, lalu
penduduk bertambah, pembangunan dilakukan terus menerus, pabrik terus
memproduksi kendaraan namun tidak diiikuti pertambahan ruas jalan, kesadaran
masyarakat unuk naik public transportation kurang, lalu macet. Tapi terus saja
berulang.
Pemerintah sudah berupaya
sekuat tenaga agar prediksi macet total di tahun 2015 tidak akan terjadi. Sudah
banyak yang dilakukan, banyak sekali. Tapi saya rasa, akar permasalahannya ada
pada satu hal: Pabrik Kendaraan Bermotor.
Ada berapa banyak pabrik
kendaraan bermotor di Jakarta? Berapa banyak kendaraan yang mereka produksi per
bulannya. Sebenarnya, inilah point utama yang menjadi tahapan awal terjadinya
kemacetan di Jakarta. Suatu hari saya pernah mendengar, salah satu perusaan
pembuat kendaraan bermotor berencana menjual mobil murah, seperti
mengedukasi masyarakat untuk mempunyai kendaraan. Sedih sekali. Coba lihat lagi, mayoritas merek-merek
kendaraan didominasi oleh Jepang, tapi coba lihat, masyarakat di Jepang lebih suka
mengendarai sepeda atau naik public transportation. Sewaktu ada orang Jepang di Indonesia, saya tanya bagaimana perasaan mereka disini, yang pertama mereka bilang adalah banyak sekali motor, ia bilang di Jepang tidak ada motor. How come? Jepang melihat peluang, melihat Indonesia
adalah negara berkembang dengan jumlah pengangguran yang banyak dan masyarakat yang
konsumtif. Voila. Jadilah, bertebaran pabrik kendaraan bermotor di Indonesia.
Mereka hidup sehat tanpa mecet dan polusi, kita sebaliknya.
Jadi, apakah menutup pabrik
kendaraan bermotor adalah hal yang perlu dilakukan? Bagaimana nasib
karyawannya? Kontrol pertumbuhan volume kendaraan. Lihat Indonesia. Lihat
kekayaannya. Manfaatkan! Jangan biarkan orang lain yang memanfaatkan.
Kadang
hanya berbicara itu enak.
Maaf
baru sebatas opini :)