"Ketika kau mencari kesempurnaan dalam cinta, sesungguhnya kau telah mensia-siakan cinta itu sendiri. Karena kesempurnaan itu hampa adanya."
Suatu saat, Plato bertanya kepada gurunya, Socrates.
“Wahai guru,
apakah hakikat cinta itu?”
Alih-alih
memberikan jawaban, Socrates malah menyuruh muridnya
“Sekarang kau
pergilah ke hutan di sana. Carilah satu ranting yang menurutmu paling bagus.
Apabila kau sudah menemukannya, artinya kau sudah tahu apa itu cinta”.
Pergilah Plato
menuju hutan. Di dalam hutan dia menemukan banyak ranting, berjam-jam dia memilah-milah
mana ranting terbaik. Setiap kali dia menemukan ranting yang menurutnya
terbaik, baru beberapa langkah berjalan, dia meletakkan ranting yang tadinya
dianggap terbaik dan mengambil ranting yang lain, yang dianggapnya jauh lebih
baik. Hingga akhir sore tiba, socrates keluar dari hutan menemui gurunya.
“Setiap aku
melangkah, selalu kutemui ranting yang lebih bagus. Aku ingin membawa pulang
semuanya, tapi yang kau izinkan hanya satu sehingga membuatku bingung
menentukan mana yang terbaik. Setiap kumelangkah, selalu ada ranting yang lebih
bagus. Aku selalu mencari kesempurnaan tapi hasilnya aku tak pernah puas.”,
tukas Plato.
Socrates
menjawab, “Itu lah cinta”.
Plato masih
penasaran dengan satu hal, pernikahan. Dia berencana esok akan bertanya kepada
gurunya.
“Wahai guru,
apakah hakikat pernikahan itu?”
Sama seperti
kemarin, Socrates tidak memberikan jawaban namun menyuruh Plato.
“Sekarang kau
masuk ke dalam hutan. Carilah pohon yang menurutmu paling kokoh kemudian
tebanglah dan bawa padaku. Jika kau menemukannya, maka kau telah tahu apa
pernikahan itu”.
Plato masuk ke
dalam hutan dan beberapa saat saja dia kembali membawa sebatang kayu yang bisa
dikatakan biasa-biasa saja.
“Kenapa kau
bawa sebatang kayu itu?”
“Wahai guruku.
Berdasarkan pengalamanku sebelumnya, aku tahu aku takkan pernah mendapatkan apa
yang sempurna untuk diriku. Ketika aku melangkah masuk ke dalam hutan dan
kupandangi pohon-pohon, pohon dari batang kayu inilah yang menurutku terbaik.
Kalau aku melangkah masuk lebih dalam lagi, aku yakin pasti ada pohon yang
lebih baik daripada yang ini namun aku tahu aku takkan pernah puas. Jadi
kuputuskan untuk mencari pohon yang terbaik dari sekumpulan pohon yang pertama
kali kulihat dan kuyakini bahwa pohon inilah yang terbaik.”
Socrates
tersenyum, “Sekarang kau sudah tahu apa hakikat pernikahan itu”.
Ketika kau
mencari kesempurnaan dalam cinta, sesungguhnya kau telah mensia-siakan cinta
itu sendiri. Karena kesempurnaan itu hampa adanya.