Sunday, October 6, 2013

Mama Minta Duit

,
Hari ibu belum dekat, ulang tahun ibu pun begitu. Tapi saat ini saya memikirkan nama itu. Kenapa baru satu kalimat sudah mellow begini?

Saya pernah membuat ibu menangis. Tidak ingat berapa kali. Tapi cerita yang paling saya ingat adalah cerita sekitar empat tahunan yang lalu ketika saya masih di Jatinangor. Saat itu, pertama kalinya saya berada jauh dari ibu, dan saya anti ngutang.

Seperti biasanya, hari-hari saya dibantu oleh keuangan bulanan yang harus saya kelola sendiri tanpa bantuan siapapun, kecuali bantuan ibu yang selalu menyalurkannya setiap bulan. Masalah pun terjadi karena saat itu saya tidak bisa memanage uang dengan baik, alhasil saya tidak bisa menabung, uang bulanan selalu ‘pas’ habis di akhir bulan.

Masalah datang saat ibu telat sehari mengirimkan uang bulanan, saya uring-uringan di kamar, lebih tepatnya saya kehausan. Di kos tidak ada orang, saya bingung mau minta minum ke mana, saya haus. Saya sudah mengingatkan ibu untuk mengirimi hari itu, saya pikir dengan segera ibu akan mengirimkan. Siang harinya, segera saya pergi ke ATM yang berada di dalam mall yang letaknya sekitar 30 meter dari kos, dengan harapan setelah dikirimi uang, saya bisa langsung sekalian membeli minum.

Berkali-kali saya berkeliling mall lalu mengecek ATM, berkeliling lagi lalu mengecek ATM lagi, begitu seterusnya. Tapi kiriman tak kunjung datang, saya memutuskan berkeliling sekali lagi dan mengecek ATM sekali lagi, tetap saja sisa saldo tidak bisa diambil. Saya semakin kehausan, dehidrasi, saya tidak kuat, saya lemas. Akhirnya saya putuskan untuk menelpon ibu.

“Ma, udah dikirim?”
“Belum, nak. Mama lagi riweuh, nanti ya.”
“Ma, aku haus.. Dari tadi pagi belum minum..”
 “Ya ampun, kenapa ga minta temen dulu?
“Ga ada orang di kos..”
Sektika ibu menangis “Kenapa ga bilang? Mama kirim sekarang ya. Tunggu, mama lari ke ATM.”
“Makasi ma, (maaf).”


Semenjak saat itu, setiap saya haus dan lapar, saya tidak segan untuk ngutang dulu.
Read more →