Tuesday, August 6, 2013

Matjet Djakarta

,
Macet Jakarta
Sumber Gambar


Percakapan di dalam mobil
Me: Nyalain AC, ma.
Mom: [AC nyala] Mama udah gak pernah pake AC, ta. Bensin mahal banget sekarang.
Me: [kaget kemudian bijak] Hah?! Yah kan emang tujuan pemerintah naikin harga BBM supaya orang-orang jadi naik angkot. Makanya naik angkot aja!
Mom: Naik angkot banyak copet, lagian masih macet juga.

Lantas siapa yang salah? Ibu saya yang salah? Ibu selalu benar, kawan.     

Jakarta, ibu kota Negara Indonesia, dengan 10.187.595 juta jiwa dalam luas sekitar 661.52 km2, yang berarti melebihi batas ideal suatu kota [batas ideal: 6,5 juta penduduk] dan merupakan kota dengan jumlah mall terbanyak di dunia, yaitu mencapai 170 mall adalah kota dengankemacetan tertinggi. Sewaktu saya magang di daerah Sunter, untuk berangkat dari Bekasi dengan timing yang tepat, saya akan sampai dalam waktu 45 menit, jika lewat sedikit dari timing akan lebih dari sejam. Sedangkan kepulangannya memakan waktu hingga empat jam, paling cepat dua jam. Coba saja kalikan waktu terjebak macet dengan jumlah hari kerja per tahun, berapa banyak waktu yang saya buang?

Penyebab Kemacetan
·         Jakarta adalah pusat dari segala pusat. Pusat pemerintahan, perkantoran, perbelanjaan, hiburan semuanya menjadi satu di Jakarta. Terpusatnya segala aspek di satu titik menjadi kesan bahwa Jakarta tidak punya planning yang terarah sejak awal. Kalaupun mau merubah, akan terasa sulit.
·         Urbanisasi besar-besaran. Keyakinan nasib akan berubah setelah datang ke ibu kota masih cukup besar, karena itu pemerintah memberikan wacana “Jangan datang ke Jakarta kalo belum ada pekerjaan”
·         Jumlah penduduk yang tidak wajar diiringi kurangnya kesdaran masyarakat. Ibu saya misalnya, sudah tahu harga BBM naik, beliau mengeluh tapi tetap saja naik kendaraan pribadi.
·         Pembangunan yang dilakukan terus-menerus. Developer berlomba-lomba membangun perumahan, mall, gedung dan sebagainya, sasaran empuk bagi pendatang yang akan menetap untuk membeli rumah. Dan lagi, pembangunan jalan yang terus dilakukan, namun tidak seiring dengan volume pertambahan kendaraan bermotor. Jalan semakin melebar, kendaraan juga semakin banyak.
·         Banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan, sehingga membuat terhambatnya arus laju kendaraan.
·         Banjir besar setiap tahun menjadi salah satu penyumbang kemacetan di Jakarta, jalanan menjadi tersendat, bahkan membuat kendaraan menjadi mogok.
·         Rasa tidak percaya penduduk bahwa solusi pemerintah dapat membantu menyamankan diri selama perjalanan. Lagi-lagi ibu saya contohnya, ketakutan akan ketidakamanan transportasi publik menjadi faktor utama, tidak menjamin setelah naik angkot, beliau akan cepat sampat dan dalam keadaan aman.
·         Jumlah kendaraan yang terus meningkat dari detik ke detik, volume pertambahan kendaraan per tahunnya adalah 11.26%, sedangkan pertambahan ruas jalan adalah 0.01%. Semua perusahaan kendaraan bermotor punya target tinggi terhadap penjualan, dan semuanya juga memberikan inovasi terbaru dalam kemajuan kendaraan tersebut. Satu sisi baik, sisi lainnya justru merugikan.

Jika seksama, kita dapat melihat bahwa kemacetan seperti siklus. Mulai dari pemusatan segala aspek, lalu penduduk bertambah, pembangunan dilakukan terus menerus, pabrik terus memproduksi kendaraan namun tidak diiikuti pertambahan ruas jalan, kesadaran masyarakat unuk naik public transportation kurang, lalu macet. Tapi terus saja berulang.

Pemerintah sudah berupaya sekuat tenaga agar prediksi macet total di tahun 2015 tidak akan terjadi. Sudah banyak yang dilakukan, banyak sekali. Tapi saya rasa, akar permasalahannya ada pada satu hal: Pabrik Kendaraan Bermotor.

Ada berapa banyak pabrik kendaraan bermotor di Jakarta? Berapa banyak kendaraan yang mereka produksi per bulannya. Sebenarnya, inilah point utama yang menjadi tahapan awal terjadinya kemacetan di Jakarta. Suatu hari saya pernah mendengar, salah satu perusaan pembuat kendaraan bermotor berencana menjual mobil murah, seperti mengedukasi masyarakat untuk mempunyai kendaraan. Sedih sekali. Coba lihat lagi, mayoritas merek-merek kendaraan didominasi oleh Jepang, tapi coba lihat, masyarakat di Jepang lebih suka mengendarai sepeda atau naik public transportation.  Sewaktu ada orang Jepang di Indonesia, saya tanya bagaimana perasaan  mereka disini, yang pertama mereka bilang adalah banyak sekali motor, ia bilang di Jepang tidak ada motor. How come? Jepang melihat peluang, melihat Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah pengangguran yang banyak dan masyarakat yang konsumtif. Voila. Jadilah, bertebaran pabrik kendaraan bermotor di Indonesia. Mereka hidup sehat tanpa mecet dan polusi, kita sebaliknya.

Jadi, apakah menutup pabrik kendaraan bermotor adalah hal yang perlu dilakukan? Bagaimana nasib karyawannya? Kontrol pertumbuhan volume kendaraan. Lihat Indonesia. Lihat kekayaannya. Manfaatkan! Jangan biarkan orang lain yang memanfaatkan.

Kadang hanya berbicara itu enak.

Maaf baru sebatas opini  :)
Read more →