Januari 2013 lalu saya
mendatangi sebuah sebuah tempat yang jauh dari kesan kota, walaupun jarak dari
desa ke mall terdekat hanya 45 menit, tapi saya cukup menikmati aroma tanah
basah dan ilalang yang senantiasa bergoyang lemah gemulai, sebulan lebih
sedikit saya menempati dusun di salah satu kota di Jawa Tengah. Penempatan
sebulan lebih hanya untuk mendramatisir, karena seminggu sekali saya mewajibkan
diri untuk pulang ke Tembalang karena saya merasa perlu mandi wajib, bukan
karena telah melakukan sesuatu yang senonoh, tapi tidak lain karena selama di
sana saya tidak pernah puas mandi, baju dan celana tidak pernah saya (dan
teman-teman berjenis kelamin sama) tanggalkan.
Bukan tentang mandi yang
saya ingin ditulis di sini, walaupun sebenarnya saya ingin sekali menceritakan
secara detail kenapa saya tidak pernah mengalami kenikmatan saat mandi di sana.
Saya ingin menulis cerita horror, semoga saja seram.
Cerita
Horor 1
Waktu itu saya ada urusan di
Semarang, sehingga saya harus pergi dan kembali ke Desa itu seorang diri, namun
saat itu ketibaan saya adalah sore hari, saya memutuskan untuk menghubungi
teman-teman saya di posko, setidaknya ada yang bisa menjemput saya di
kecamatan, salah satu dari mereka sudah meng-iya-kan. Tapi alangkah malangnya
senja itu, sinyal di desa sangat sulit dijangkau, berkali-kali saya pesan teks
dan telepon tidak ada balasan. Perlu diketahui kalau kondisi sudah mulai magrib
dan hujan cukup deras, tidak ada lampu jalan sedikitpun di sana, kanan-kiri
penuh pohon seperti hutan.
Saya memasuki gang, gang itu
adalah satu-satunya jalan yang saya ketahui sebagai pintu masuk menuju desa,
butuh setidaknya dua puluh menit perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Saya
berjalanan, tak henti berdzikir dan memanjatkan doa pada Sang Kuasa, tak ada
orang yang berkeliaran dan lagi-lagi tak ada lampu jalan, semakin ke dalam,
jalanan dipenuhi pohon bambu, suara air dari suangai, suara jangkrik, dan entah
suara apa yang lainnya.
Tetiba, seorang perempuan berparas
cantik, rambut sebahu, tinggi sekitar 150 cm, dan memagari giginya dengan behel
serta menggunakan sepeda motor Yamaha Mio datang menghampiri, “Mbak mau kemana?
Bareng aja, Mbak.”
“Saya mau ke Desa Anu. Makasi
banyak ya, Mbak.“ (nama desa disamarkan)
Alhamdulillah, akhirnya ada
mahasiswa datang melintas, ujar saya dalam hati.
Saat menaiki motornya, si
mbak meminta saya untuk duduk maju ke depan lagi, saya sudah memajukan diri, si
mbak meminta saya hingga tiga kali untuk duduk mepet ke arah badannya, jadilah
saya duduk berimpitan seperti sedang diboncengi empat orang dalam satu motor. Dengan
alasan motonya bermasalah kalo diduduki bagian belakangnya. Jadilah kita berdua seperti
lesbi-an.
Lalu saya menanyakan mbak
yang belum saya ketahui namanya ini sedang KKN di desa mana, dia mulai berkata
yang saya tidak mengerti, dan ternyataaa dia bukan mahasiswa KKN, saya mulai resah
dan gelisah. Ini manusia atau bukan? Untungnya manusia, ternyata mbak ini
sedang mengejar paket C sembari bekerja di salah satu salon kecantikan di
Semarang. Namun, si mbak mulai bercerita tidak menyenangkan tentang kehororan
tempat yang kita lewati, ia juga sebenernya tidak terlalu berani berkendara
sendirin di tempat itu, bukan karena hantunya, tapi lebih ke manusianya, takut
di rampok katanya, masuk akal juga. Saya tidak berani sedikitpun menoleh ke arah
sisa tempat duduk dibelakang saya, takut ada yang menempati. Firasat semakin
tidak karuwan saat mbak ini berhenti di pertigaan jalan setelah 10 menitan
perjalanan “Mbak, kalo mau ke Desa Anu ke sebelah sana, mbak saya turunin di
sini ya, saya ke arah sana (sambil menunjuk arah jalan lain)”
Matilaaaahhh!!
Belum sempat saya bertanya
banyak arah apa jalan yang akan saya tempuh, si mbak sudah menancapkan gas Mio
nya. Di sana saya berdiri, di bawah satu-satunya lampu neon nan remang, saya
takut. Saya terus berjalan mengikuti arah rumah penduduk dengan lampu oranye
sendu. Saya menemukan masjid, saya duduk diam di sana menunggu Bapak-Bapak
berdoa setelah sholat magrib. Saya beranikan diri meminta tolong ke Bapak-Bapak
yang tetiba mengelilingi seperti kasihan melihat saya dengan muka sedih. Mereka
semua memakai Bahasa Jawa yang tidak saya ketahui, saya pusing. Untung
sebelumnya saya sudah belajar untuk berkata “Kulo mboten saget Boso Jawi”
Salah satu bapak itu
tergerak hatinya untuk menolong anak malang ini (saya), namun beliau tidak bisa
jika harus mengantarkan saya ke desa tempat saya tinggal, saya maklum, karena
jauh dan tidak ada lampu. Saya meminta diantarkan ke posko KKN teman sejurusan
yang berada di desa itu, Alhamdulillah. Saya selamat.
Di sana saya kembali
menghubungi teman posko Desa Anu, terjawab sudah, saya menunggu di jemput.
Total perjalanan yang biasa ditempuh dalam dua ouluh menit, saat itu di tempuh
selama satu jam empat puluh lima menit. Dahsyat. Gak horror ya?
Cerita
Horor 2
Baiklah, ini yang ke dua.
Masih ada di kecamatan yang sama di tempat saya KKN, hanya beda desa. Sang
korban yang merupakan teman saya menceritakan langsung kepada saya tidak lama
setelah acara KKN resmi dibubarkan. Tim KKN-nya tinggal di bawah kaki gunung
yang terkenal, dingin sekali, bahkan beberapa orang berkata sering hujan es. Di
malam pertama KKN teman saya sudah
kesurupan! Bayangkan! Ia memang punya kelebihan melihat makhluk halus semenjak
SMA, apalagi jika kegiatan bulanannya berlangsung. Tengah malam ia
kesurupan, meronta-ronta tak jelas, sebelumnya ia melihat seorang kakek datang
kearahnya mengenakan sarung dan memegang rokok di tangannya, berbicara dengan
bahasa jawa yang amat sangat halus, si kakek mengatakan bahwa ia bernama Budi
(nama disamarkan), ia meminta anak-anak KKN untuk datang menyekar ke makam
kakek itu di tengah gunung terkenal tempat mereka tinggal di kakinya saat malam
jumat.
Esok paginya, ia bercerita
ke kepala dusun, diceritakannya semua kejadian semalam, dan
betapa kagetnya Bapak Kepala Dusun saat teman saya menyebutkan nama si kakek adalah “Budi”.
Ternyata Budi adalah nama orang yang pertama kali menemukan/tinggal di dusun
itu, seperti Colombus menemukan Amerika. Namun, sampai sekarang belum pernah
ada yang bertemu si kakek, teman saya ini adalah yang pertama.
Malam jumat tiba, mereka mengunjungi
makam kakek, tapi di tengah perjalanan teman saya kembali kesurupan, tapi ia
hanya diam. Sekembalinya ke posko, saat teman lainnya menawari makan malam, ia
mengamuk lalu menari.
Satu posko meminta ke kepala
dusun agar mereka bisa pindah posko ke tempat yang lebih bawah lagi dari kaki gunung,
selain karena dingin menusuk, mereka tidak ingin ada kejadian serupa.
Belum berakhir ceritanya,
setelah satu posko jalan-jalan menyusuri kota, mereka pulang setelah magrib,
seperti cerita sebelumnya kalau kanan kiri sepanjang jalan dipenuhi pohon
seperti hutan dan tidak ada penerangan jalan. Teman saya ini diboncengi, lalu
melihat temannya yang mengendarai sepeda motor sendirian, dipunggunggnya ada
mbak-mbak yang menganggu, mas yang mengendarai motor berambut gondrong, dan
rambutnya ini sedang dimainin mbak-mbak aneh tersebut seperti sedang bermain
kuda-kudaan.
Sesampainya di posko, teman
saya ini kembali kesurupan, tapi kali ini aneh, sepertinya mbak-mbak yang
bermain piggy back tadi yang ada di dalam tubuhnya, ia merasuki tubuh teman
saya lalu membuka kerudungnya, berjalan ke arah kamar dan membuka koper milik
teman saya ini, ia mengambil beberapa pakaian lalu mencoba memakainya sambil
ketawa ala mbak-mbak kunti. Oh God..
Masih belum seram?
Cerita
Horor 3
Ini cerita katanya. Kata orang
yang masih di satu kota. Malam hari ada seorang muda-mudi mahasiswi KKN keluar
untuk suatu keperluan mengendarai motor, diperjalanan si mahasiswi yang berada
di belakang ini terus menunduk, suatu ketika ia menghadap kedepan,
didapatkannya seorang mbak-mbak sedang duduk berhadapan di depannya. Tepat di
tengah mahasiswa dan mahasiswi tadi. Sang mahasiswa berkata “Rambutmu
dipegangin dong, kena ke aku ni!” Jelas, rambut sang mahasiswi tidaklah
panjang. Ia pucat pasi, sesampainya di posko, ia menangis.
Cerita
Horor 4
Malam terakhir KKN, sebulan
penuh saya tidak pernah merasakan keganjilan apapun di posko, namun malam itu,
malam terakhir kami disana, kami habiskan waktu sampai malam di ruang tamu. Saya
duduk serong menghadap jendela dan teman-teman di depan saya. Tetiba saya
melihat ada yang bergerak-gerak di sana, saya tidak bercerita ke siapapun, saya
menunduk. Saya yakin apa yang saya lihat. Tidak berani berlama-lama, saya
pindah posisi, duduk diantara dua teman lelaki saya, saya merasa sediki lebih
baik.
Namun, dua teman saya yang
duduk di dekat jendela saling berbisik satu sama lain, merasakan keganjilan,
kami memutuskan untuk tidur. Esok paginya dua teman yang berbisik-bisik sehingga membuat acara malam terakhir kami bubar mulai menceritakan apa
yang terjadi semalam. Dan itu persis seperti yang saya lihat.
Kami (yang melihat)
memastikan bahwa ada yang bergerak-gerak di luar jendela, setelah dipastikan, kami melihat ada beberapa handuk yang menggantung di luar jendela, namun hanya satu handuk yang bergerak-gerak kencang tidak wajar, kami yakin sekali. Ini hari terakhir, ada apa ini? Seperti sebuah
peringatan atau salam perpisahan?
Sekian.
Cerita tersebut adalah pengalaman penulis dan cerita teman serta temannya teman. Percaya atau tidak, saya cuma mau nulis aja :D