|
|
Tiba-tiba anak laki-laki setinggi pinggang saya datang menghampiri, menyambut kedua tangan saya lalu mengajak saya berputar-putar dan berputar-putar. Ingat, ini bukan drama India. Ini realita di kota besar, Semarang. Tidak terhitung seberapa sering saya melihat anak jalanan berkeliaran lepas saat traffic light menunjukkan warna merah, takut saat melihat, karena mereka terkesan sangar dan brutal. Tapi tidak pernah terlintas dipikiran saya bahwa saat ini saya berada dekat sekali dengan mereka. Sudah sejak tahun 2001, Yayasan Emas berkontribusi besar dalam menangani anak jalanan di Semarang, tapi ini kali pertamanya saya tau setelah hampir empat tahun di Semarang. Setiap selasa malam, Yayasan Emas berkumpul bersama anak-anak jalanan di Tugu Muda. Sesampainya disana saya melihat anak-anak masih berkelian, tiba-tiba salah seorang dari Yayasan Emas mengkoordinir mereka berkumpul, lalu bersama-sama menyanyikan lagu anak-anak beserta dance-nya, mirip seperti di taman kanak-kanak. Yang pasti wajah-wajah mereka sumringah semuanya. Lanjut lagi, kakak yang mengkoordinir tadi mengeluarkan buku cerita dan membacakannya. Terakhir yang saya liat sebelum kepulangan saya, anak-anak dikumpulkan berdasarkan kelas, mereka dibagikan kertas semacam latihan soal. Wah, ini keren banget. Mudah-mudahan saya bisa ikutan terus :)
|
Sang Anak gelendotan di Punggung Kakak saat sedang Mengoreksi Latihan Soal |
Menikmati pemandangan langka ini, datang seorang anak, “mbak, jenenge sopo?” bukan saya yang memulai pembicaraan ini, tapi mereka. Banyak yang datang menghampiri hanya untuk sekedar menanyakan nama atau gelendotan di badan saya. Jauh berbeda pada saat saya ikut mengajar bersama mahasiswa mengajar, anak-anak jalanan yang saya temui ini sangat-sangat atraktif. Kemaren juga saya sempat menggendong bayi sekitar delapan bulan, ga tau bayi siapa itu dan ga ada yang nyari. Seperti lepas kontrol mereka semua, semua dianggap teman, bukan orang asing.