Thursday, July 25, 2013

Basuki – A Blind Person [OUR CONSCIENCE]

,

Bersama dengan teman sekolah [senior] yang jauh-jauh datang dari Bekasi, beberapa waktu yang lalu kami melakukan perjalanan panjang ke daerah Mijen, Semarang. Jauhnya perjalanan terpuaskan karena hangatnya Pak Basuki menyambut kehadiran kami berdua. Saya adalah wartawan gadungan, tapi teman saya ini adalah wartawan sesungguhnya, jadi bahagia sekali saya waktu itu menemani seorang wartawan yang punya jiwa kemanusiaan tinggi untuk datang meliput cerita Pak Basuki mengenai aktifitasnya di Sahabat Mata. Sedangkan saya hanya duduk manis melihat :)

Cerita sebelumnya pernah saya post disini. Teman saya ini bernama Mutia Zahrotul |  @moeteee dipanggilnya Moete [baca: Mute], ia mengajak saya untuk melihat langsung apa yang sebenarnya terjadi dengan teman-teman disabilitas, pengalaman pertama saya waktu itu. Senang sekali. Tidak hanya seorang wartawati, tapi Mute juga adalah seorang anak yang baik hati, ia banyak mengabdikan dirinya untuk teman-teman disabilitas.

Sampai beberapa hari yang lalu saya dikabarkan shooting yang dilakukan tempo hari membuahkan hasil, sebuah video menyentuh berjudul “Basuki – A Blind Person [OUR CONSCIENCE]”

 [link download youtube >> gak bisa diupload]
Published on Jul 19, 2013
Semarang, 15 Juli 2013

Tak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk menjadi seorang tunanetra. Malam hari tanggal 31 Juli 2002 adalah awal saya memasuki dunia ketunanetraan. Dunia serasa kiamat.

Hampir satu tahun setealh itu saya mengalami depresi mental yang belum pernah saya bayangkan. 1 orang istri dan 4 orang anak ... makan apa mereka ? bagaimana kelangsungan hidup mereka ? Bagaimana dengan saya sendiri ? Dan segala permasalahan yang serasa semakin membenamkan saya di pojok kamar dan menghancurkan citra kemanusiaan saya.

Alhamdulillah, 1 orang istri dan 4 orang anak ternyata menjadi modal untuk bangkit. Sikap dan perlakuan mereka membuat saya lebih cepat bangkit dari perkiraan sebelumnya. Tak sampai satu tahun saya mulai menemukan rasa percaya diri lagi. Satu tekad yang saya dapatkan dari perhatian mereka adalah : Istri saya harus tidak malu bersuamikan saya, dia harus bangga bersuamikan saya. Anak-anak harus tidak malu berayahkan saya, mereka harus bangga berAyahkan saya. Demikian yang lainnya, orang tua, saudara, sahabat, mereka harus tidak malu atas keberadaan saya. Mereka harus bangga dengan keberadaan saya.

Sejak pertengahan 2003 saya mulai mencoba untuk menceburkan diri ke dalam komunitas-komunitas yang saya anggap bisa menjadi jembatan untuk menopang kehidupan, paling tidak semakin membangkitkan rasa percaya diri dan membuka ruang baru bagi aktivitas saya yang tunanetra.

Mulai dari MLM sampai seminar-seminar motivasi saya ikuti. Komunitas-komunitas kewirausahaan saya masuki, Retired Rich Club yang didirikan Yance Can sampai Semarang entrepreneur Comunity yang dipelopori Prie GS.

Baru pada pertengahan 2006 saya mulai bertemu dengan komunitas tunanetra. Awal 2007 saya diamanai untuk menjadi wakil sekretaris DPD Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) Jawa Tengah, bulan Juli 2007 menjadi sekretaris. Dalam menjalankan amanah inilah saya mulai mengetahui kondisi sesungguhnya sahabat-sahabat yang tunanetra. Hasilnya, memprihatinkan. Sikap mental yang salah akhirnya mendorong mereka dalam strata social dan ekonomi kelas bawah.

Alhamdulillah, di tahun 2007 itu pula istri saya diangkat menjadi PNS sebagai guru matematika di SMA Negeri 8 Semarang. Dari kesehariannya mengajar, ada satu siswi yang bermasalah dengan prestasi belajarnya. Setelah ditulusuri ternyata permasalahannya adalah mata minus yang ia derita. Kacamata minus tak mampu dibeli orang tuanya yang bekerja sebagai buruh cuci tetangga.

Ada satu rasa senasib. Saya dulu juga tidak bisa memekai kacamata karena orang tua tak mampu beli. Baru kelas 5 SD saya dibelikan kacamata -5,5 yang tak lama kemudian pecah. Masuk SMP dibelikan lagi dan sudah menigkat menjadi -7.

Banyak pihak yang telah terjun dalam upayanya memberikan solusi atas permasalahan ini. Untuk mengurangi resiko kebutaan, baik lembaga pemerintah maupun swasta banyak yang sudah turun tangan. Pemerintah lewat Puskesmas, dari swasta ada Iropin, perdami dan lembaga-lembaga lainnya. Hanya saja, mereka cenderung seragam dalam upaya mengurangi resiko kebutaan ini. Mereka lebih banyak bergerak dari sisi medis dan alat Bantu penglihatan.

Lebih parah lagi, setelah betul-betul menjadi tunanetra dokter mata tak mampu memberikan solusi, bahkan hanya sekedar informasi kemana si tunanetra ini bisa mendapatkan pendampingan untuk pemulihan psikologinya pun tidak. Sementara dalam memberikan solusi bagi permasalahan tunanetra juga sudah banyak instansi yang berkecimpung di dalamnya. Pemerintah lewat dinas social. Sedangkan swasta ada Pertuni, ITMi, mitranetra serta SLB yang dikelola oleh yayasan-yayasan swasta.

Yang saya ketahui mereka lebih banyak bergerak di ranah pemenuhan hak-hak tunanetra dan bagaimana cara orang lain (selain tunanetra) bisa memahami tunanetra. Sementara bagaimana tunanetra bisa memenuhi kwajibannya terhadap lingkungan sekitar masih jarang disentuh.

Salam,


BASUKI - Tunanetra
Email. sahabatmata@gmail.com & bas2net@gmail.com
www.jalancahaya.org
www.sahabatmata.or.id

0 comments to “Basuki – A Blind Person [OUR CONSCIENCE]”