Monday, September 30, 2013

Asing Berdaya

,
Sumber Gambar


Beberapa pekan yang lalu, saat Hari Tani digemakan, ada kabar buruk yang justru melukai hati para petani, atau mungkin para petani justru senang karena mereka akhirnya bisa melakukan kegiatan pertanian dengan harapan lebih menjanjikan?! Tapi yang pasti kabar buruk itu pasti melukai hati warga Negara Indonesia yang sedih setiap segala sesuatu yang ada didalamnya, nyatanya bukan milik Indonesia.

How come, kita tinggal di Negara yang lahannya bukan punya kita?

Cerita itu datang saat saya melihat artikel di liputan6.com, salah satu lahan pertanian di Jawa Barat akhirnya terbeli oleh Cina dan Malaysia, tujuan mereka sebenarnya sangat mulia, karena ingin memenuhi kebutuhan pangan dunia, dan kemuliannya bertambah lagi karena bisa memperkerjakan rakyat Indonesia. Tapi apakah harus seperti ini caranya?
Kelompok agribisnis China-Malaysia tengah berupaya membangun lahan persawahan dan proyek pengolahan terpadu pada November mendatang di Indonesia. Dengan dana investasi US$ 2 miliar (Rp 20,3 triliun), perusahaan China ini berharap bisa memasuki pasar berkembang di tanah air sekaligus memenuhi pasokan beras domestik.

Proyek di Indonesia akan menjadi usaha patungan Wufeng yang pertama dan diharapkan dapat memenuhi pasar luar negeri. Direktur Amarak Saadiah Osman mengatakan, usaha patungannya tersebut akan menyediakan modal untuk menggarap lebih dari satu juta hektare lahan persawahan di Indonesia.

Perusahaan asing terkenal lain yang telah berhasil bertahun-tahun menduduki Indonesia adalah PT. Freeport, menambang emas bertahun-tahun, tapi justru tidak membuat manusia di sekitar perusahaan tersebut menjadi lebih kaya. Masyarakat di sekitar kawasan Freeport justru hanya menjadi penonton di wilayahnya yang terkesan “dijajah”. Info dari inilah.com menjelaskan bahwa 90% minyak dan gas bumi Indonesia telah dikuasai asing. Hatchim!

Lain cerita, teman saat ini sedang di berada Kepulauan Riau, salah satu pulau terindah di Indonesia, keindahan ini justru diceritakan dengan banyaknya asing yang memberdayakan lahan-lahan di sana untuk dijadikan resort, dan salah satu resortnya adalah resort terbaik di Indonesia. Bahkan ada salah satu pulau yang katanya di “sewa” kan, disewakan bertahun-tahun tidak tahu sampai tahun kapan. Ingat perkebunan yang tempo hari terbakar dan asapnya sampai ke Negara tetangga? Tahu perkebunan itu punya siapa? Punya tetangga kita sendiri.

Lebih jauh lagi, coba kita introspeksi diri, apa yang menyebabkan kekayaan alam ini jusru dengan mudahnya dimanfaatkan orang-orang yang tidak semestinya, bukan orang Indonesia. 
- Kita belum bisa memanfaatkan dengan baik SDA yang ada
- Kita terlalu mudah tergiur dengan pundi-pundi uang yang ditawarkan
- Kita terlalu asik berdiam diri dan menonton
- Kita terlalu mudah di-lobby

Alhamdulillahnya, semakin banyak yang sadar atas keberadaan orang asing ini, sejumlah orang Indonesia sedang gencar-gencarnya membuat program Indonesia Berdaya, semacam sedekah rombongan untuk menyelamatkan asset negara dari tangan asing, sehingga Indonesia dapat sepenuhnya memiliki kepemilikan Indonesia-nya.

Semoga kita tidak (seperti) menumpang di negeri sendiri.
Read more →

Sunday, September 22, 2013

Sumur Masalah

,
Sumber Gambar

Mungkin karena saya sedang bergelut dengan tugas akhir, dimana pencarian masalah untuk penelitian sangat menarik dilakukan. Sampai akhirnya begitu banyak masalah datang menghampiri. Bahkan selimut yang dilipat tidak sesuai sisi-sisinya atau kursi lipat tidak dilipat dan ditempatkan dengan keadaan yang tidak saya inginkan akan saya jadikan masalah.

Belakangan, seseorang yang mendiami tempat saya berlabuh saat ini, yang sudah saya anggap sebagai ibu, karena kalo lapar tak tertahankan dan keuangan mulai menyusut, beliau lah orang yang cari. Baru-baru ini, sang ibu mengeluhkan panasnya kota Semarang yang membuat keringat mengalir seperti tetesan gerimis. Saya hanya bilang “Namanya juga kemarau, Bu.”, pernyataan saya dilanjutkan dengan “Ya tapi jangan lama-lama dong, nanti sumur di rumah ibu kering, ga ada air lagi. Apalagi sekarang banyak rumah yang pake sumur bor.” Saya mulai mencondongkan badan ke arah ibu, lalu otak saya mulai berimajinasi. Imajinasi.. sambil membentangkan kedua tangan di atas kepala membentuk pelangi seperti spongebob. Kalo tidak tahu episode spongebob yang itu ya sudah.

Ternyata perkataan dosen saya yang mengatakan bahwa semakin banyaknya perumahan yang mulai membuat bor pribadi akan merusak ekosistem adalah benar, saya baru sadar. Dan ternyata orang terdekat saya sudah mulai mengalami bencana ini. Ini mulai gawat!

Aang bilang kalo bumi punya empat elemen: air, tanah, api, udara. Dahulu, air yang ada di dalam tanah adalah sesuatu yang bebas (free goods) alias dapat dipakai secara bebas tanpa ada batasan pemakaian. Tapi kondisi telah berubah dan mengakibatkan air tanah menjadi sesuatu yang dikomersilkan. Jangan sampai hal ini terjadi pada udara.

Sejujurnya, saya belum terlalu banyak mencari (googling) solusi alternatif yang logis ataupun tidak logis [seperti penutupan pabrik kendaraan bermotor] dalam mengatasi permasalahan sumur bor ini, tapi alangkah indahnya jika ada yang mau mendiskusikan.

Terlalu banyak intro sepertinya.

Baiklah, air tanah yang berada di bawah permukaan tanah adalah suatu bentuk kekayaan alam, sayangnya keberadaan air tanah ini tidak merata di setiap tempat, jadi diperlukan suatu strategi untuk menemukan titik temu keberadaan air, dan untuk memanfaatkannya diperlukan suatu teknologi yang bernama sumur bor. Keberadaannya pun terbatas, apalagi di saat hujan tiada turun menghampiri bumi.

Tulisan ini beberapa saya kutip dari paper Bapak Dr. Heru Hendrayana dari Teknik Geologi UGM mengenai Dampak Pemakaian Air Tanah (sumber). Berikut ini merupakan sekilas tulisan mengenai dampak pemakaian air tanah dari Bapak Heru, yaitu:
·    Penurunan muka air tanah
Jelas, air tanah yang dimanfaatkan terus-menerus menyebabkan pernurunan muka air tanah.

·    Intrusi air laut
Intrusi air laut berarti pergeseran air tanah dari laut ke daratan akibat air di sekitar pantai terganggu.

·    Amblesan tanah
Terjadi akibat pengambilan air tanah yang berlebihan. Saya sempat berfikir, mungkin lama-lama bisa ada rumah yang ambles ke bawah karena terlalu banyak yang pake sumur bor ini.

Bagian ini saya ambil dan ringkas dari blog Bapak Suherdi (sumber).
Baik sumur galian atau sumur bor mengandung air tawar, dan daerah di Pulau Jawa ini banyak mengandung batu sedimen dan endapan lumpur, galian atau bor yang dilakukan dapat mengakibatkan terbentuknya rongga-rongga dalam jumlah yang banyak, dampaknya membuat air laut terdorong masuk ke dalam, dan air tawar mulai terksploitasi. Lama-lama air sumur bor akan menjadi payau (campuran tawar dan asin), sadarkah suatu saat nanti akan terjadi krisis air bersih?

Sumur bor tidak bisa dieksploitasi terus menerus, harus ada aturan yang menunjang mengenai jarak sumur satu dengan yang lainnya. Tidak harus setiap rumah di setiap perumahan memiliki sumur bor.

Kelak kau harus berfikir suatu hari cicit dari cicitmu akan mengalami dampak atas apa yang kita perbuat.

Little comment for better future!
Read more →

Saturday, September 14, 2013

Musik Indonesia Punya Saya

,
Rasa-rasanya tulisan saya belakangan ini agak serius, let me think about something different, something I like the most, about music in Indonesia. Wohooo!!

Bisa mendengar adalah anugerah, mendengar musik yang disukai juga termasuk anugerah, senang bukan mendengar sesuatu yang menyenangkan telinga lalu merasuk sampai ke hati?

Saya sudah agak lama mengangguri playist musik di kamar dengan volume speaker super keras [efek pernah di protes], kerinduan ini akhirnya berbalas, berbalas karena saat ini saya kembali mendendangkan berbagai macam alunan musik,  dan lagi-lagi tidak berapa lama kemudian teman datang mendatangi kamar dan berkata “kenceng amat lo” kemudian pergi dari kamar, kemudian masuk kamar saya lagi. Saya yakin karena musik ini bukan alirannya, kalo sealiran juga kita pasti jedag jedug bareng. Teman kos yang lain pun begitu “gw gak bisa nyanyi lagu lo, gak ngerti.” Ingin rasanya suatu hari nanti saya punya suatu ruangan di rumah yang dindingnya saya tempeli karpet. Buat lesehan di dinding.

Dulu, saat saya dan mbak di kos sedang sama-sama patah hati [buka memori], kita berdua untuk waktu yang lama dan beberapa kali melakukan adegan yang biasa dilakukan orang-orang patah hati, tidur bersama di malam hari. Dan kerokean bersama di siang atau sore hari, dengan remote tv sebagai mike. Dan Sampai sekarang pun begitu. Jadi musik bagi saya adalah suatu wujud pengekspresian diri atas kegundahgulaan.

Mari saya perkenalkan artis penghibur tak beroyalti ini. Saya mbajak di google atau minta temen. Maaf kalo begitu.

Maliq & D’Essentials


Grup band ini punya gitaris yang gantengnya bukan main, namanya Lale. Setiap konser, Lale selalu jadi hiburan untuk wanita-wanita macam saya ini haha. Senyum dan pimples-nya bukan main, bikin geregetann! Maaf salah fokus.

Maliq, Music and Live Intrument Quality, menyatakan dirinya memiliki aliran musik pop, soul, funk, rock, jazz, dan blues. Apapun itu, saya suka sama semua lagu di semua albumnya. Band ini berdiri tahun 2002, dan udah beberapa kali ganti personel, termasuk si Lale ini, dia gantiin Satrio Alexa main gitar. Dan Ilman Ibrahim yang gantiin Ifa sebagai keyboardist. Semuanya udah nikah, kecuali Lale. Salah fokus lagi.
                                                                     
Tujuh album sudah dikeluarkan, dan album terakhir bernama Setapak Sriwedari. Salah satu lagu di albumnya bikin saya pengen cepet-cepet, ya cepet itulah. Judulnya Inilah Kita. Sudahlah, gak fokus.

The Groove


Tujuh tahun berlalu, akhirnya di tahun 2013 ini The Groove menunjukkan lagi batang hidungnya dengan new album Kusambut Hadirmu yang release Mei 2013 lalu, kombinasi suara Rieke Ruslan yang tinggi dan Reza yang rendah, saya susah mengutarakan imajinasi yang saya dengarkan. Lagu dan musiknya enak banget. Gak semua lagu saya dengerin si, tapi yang paling saya suka dan denger berulang-ulang itu: Dahulu, Sepi, Hanya Karena Cinta, Satu Mimpi, Khayalan, Katakan Dengan Cinta.

The Groove sudah ada sejak jaman saya SD, seinget saya waktu itu, kalo liat video klip nya di TV, Reza sang vokalis pria suka sekali bernyanyi sambil menggoyangkan kaki semacam Elvis Presley.

Barry Likumahuwa Project (BLP)


Mati saja! Bukan saya meminta anda untuk mati, itu lagu pertama yang saya dengar dari BLP, teman yang menyanyikan langsung untuk saya, sweet kan? Saya newbie di sini, jadi gak tahu banyak tentang Barry. Tapi Barry ini punya bapak yang namanya Benny, musisi jazz juga. The apple doesn't fall far from the tree, does it?

Barry ini punya komplotan yang akhirnya dia beri nama Barry Likumahuwa Project, diusung tahun 2006. Musiknya menggabungkan jazz fusion, funk/soul rhytm dengan jazz harmony dan melody, dan membaurkan dalam bentuk rock and roll. Nah lho gak mudeng?! Modal copas sedikit dari sini.

SORE


Ini band indie asal Jakarta, pertama kali nonton pas lagi nonton konser Maliq di Bandung tahun 2009, SORE jadi band pembuka, saya diam dan pura-pura goyang aja waktu itu. Ternyata lagunya enak-enak, tapi berlalu gitu aja abis konser. Beberapa tahun berikutnya saya baru punya full album mereka.

Salah satu yang recommended adalah Somos Libres. Dengarlah!

Mocca


SMP awal mocca sudah menggema di telinga, musiknya yummie didenger. Dan untuk pertama kalinya saya tahu alat musik flute dari Arina sang vokalis. Sewaktu saya masih berkelana di Bandung, perdana konser mocca yang saya ikuti bersamaan dengan sore dan maliq membuat saya wow, lagi-lagi Arina sang vokalis tidak hanya beratraksi dengan alat musik flute-nya, tapi juga melakukan tap dance. Tap dance adalah salah satu jenis tarian yang mengandalkan bunyi dari kaki yang dihentakkan ke lantai dengan menggunakan sepatu khusus.

Nanti malem ada konser Mocca di Semarang, apa daya, pundi-pundi rupiah yang saya punya tidak mendukung.

White Shoes and The Couples Company (WSATCC)


Saya heran kenapa ada yang bikin nama sepanjang ini untuk sebuah band. Sudahlah, selama bisa diucapkan dalam satu napas. Kalo pernah melihat video klipnya, WSATCC ini memainkan peran dan lagunya sebagai sosok yang jadul, era tahun 70-an. Jadul sekali. Tapi musiknya enak bukan main. Kalo tidak salah, single pertamanya Senandung Maaf, lalu Windu Defrina.


Let us Jedag-Jedug!
Read more →

Friday, September 6, 2013

Hidup Tanpa Teknologi

,
Sumber Gambar

Konon katanya 3 September lalu PLN mengalami gangguan sistem transmisi induk untuk di sekitar wilayah Jawa Tengah dan Jogjakarta, kondisi ini berakibat terputusnya aliran listrik a.k.a mati lampu di hampir 70% area Jawa Tengah dan Jogjakarta. Saat itu saya sedang berada di suatu desa di sebuah kota di tengah Pulau Jawa: Pekalongan.

Momen langka ini dimanfaatkan teman mengajak saya untuk berekreasi, sekedar mencari angin malam menjelajahi Pekalongan. Tapi apa daya, tiga sendok makan obat cair sudah saya teguk senja itu, saya tetap meng-iya-kan ajakannya sambil semaput merindukan kasur empuk. But I still enjoy the moment, no electricity. A friend, a motorcycle, and billions of stars. Sambil melewati persawahan dan disambut angin malam terus-menerus. Kemudian mual.

Momen ini mengingatkan kembali akan kediaman tempat saya berhijrah yang seringkali mengalami pemadaman bergilir, namun hampir setiap waktu kematiannya saya selalu berusaha menikmatinya. Hanya ditemani sebatang lilin atau emergency lamp berukuran mungil dan teman. Tanpa laptop. Tanpa handphone. Sunyi. Saya benar-benar menikmatinya. Benar-benar menikmati. Benar-benar.

Beranjak ke beberapa tahun silam, sebelum teknologi menjadi [seperti satu-satunya] alat yang tidak bisa dilepas dari genggaman kehidupan umat manusia, rasa-rasanya hidup lebih indah. Semua orang menikmati setiap moment hidupnya. Bagaimana tidak bisa menikmati, saat berkumpul bersama rekan atau handai taulan, mereka benar-benar bercengkrama, memahami percakapan satu sama lain tanpa dihalangi gadget canggih itu. Saat dimana tidak ada facebook, twitter, path, dan instagram. Saat tidak semua yang kita lakukan ter-publish kedalamnya.

Rindu saat di Sekolah Dasar, saya mengirimi surat hasil tulisan tangan saya ke Sherina Munaf. Rindu saat guru meminta kami yang ada di kelas untuk saling berkirim surat walaupun setiap hari bertemu dan ternyata surat tersebut sampai lebih dari sebulan kemudian. Rindu saat teman baru tiba-tiba akan berganti teman baru lagi di sekolahnya yang lain, lalu kami saling mengirimi surat walaupun berada di satu kota yang sama. Rindu mendengar kisah lain di saat teman bercerita ia mendapat sahabat pena karna menerbangkan balon dengan surat didalamnya. Rindu saat hari lebaran menjelang, saya dan ayah sibuk mengirimi kartu lebaran. Rindu saat saya dan dia terpisahkan pulau lalu kami bertukar kata-kata. Rindu melihat diary dan surat Ayah tentang ibu. Rindu tulisan tangan itu, seperti apa wujudnya mereka saat ini? Calibri-kah? Arial-kah? Times New Roman-kah?

Ko saya jadi seperti seseorang yang anti teknologi begini ya? Saya justru termasuk salah satu dari kalian yang menggilai setiap keberadaannya. Tapi saya rindu akan waktu dimana saya dan semua orang masih bisa hidup tentram, damai, dan bahagia tanpa teknologi. Saat semua orang lebih menghargai kebersamaan.


Saat aku dan manusia saja. Aku rindu.
Read more →