Thursday, May 17, 2012

Books published per country per year

,
Read more →

Mengembalikan Jati Diri Bangsa dengan Menulis

,

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis” Kata-kata bijak tersebut justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada saat ini. Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang menempati urutan tertinggi di dunia, Indonesia masih dikatakan kurang dalam hal penerbitan buku. Padahal jumlah penduduknya mencapai lebih dari 200 juta, namun buku yang diterbitkan pertahun hanya berkisar 24 ribu buku. Jika dibandingkan dengan negara yang jumlah penduduknya tidak terpaut jauh, Amerika Serikat mampu menerbitkan sekitar 288 ribu judul buku baru per tahun. Mungkin ada yang bertanya mengapa dibandingkan dengan negara maju sekelas Amerika Serikat. Bagaimana jika dibandingkan dengan negara berkembang lain? Malaysia mampu menerbitkan 15 ribu buku pertahunnya dengan jumlah penduduk 10 kali lebih sedikit dengan Indonesia. Vietnam pun mencapai lebih dari 24 ribu buku per tahun dengan penduduk hanya 89 juta.

Jumlah terbit buku suatu negara dapat menjadi indikator bagaimana kualitas suatu negara. Terbukti yang berhasil memajukan negaranya adalah yang mampu menorehkan banyak tulisan, lihat saja bangsa Yunani dan Romawi yang banyak meninggalkan tulisannya di masa lalu berupa ilmu pengetahuan atau sebatas kata-kata bijak. Kesulitan terbesar bangsa Indonesia adalah malas untuk menulis, entah itu menuliskan idenya atau menuliskan kegundahan hatinya. Yah, mungkin menulis, tapi hanya tebatas pada 140 karakter. Walaupun kesempatan untuk menulis ada di banyak tempat, alangkah baiknya jika konten yang ditulis memiliki sesuatu yang menginspirasi.

Indonesia mulai membuka kesempatan bagi mahasiswa dalam mengembangkan minat menulis dengan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), di Undip sendiri presentasenya terus meningkat dari tahun ke tahun, ditambah lagi dengan keberadaaan PKM sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan beasiswa, mahasiswa mulai berlomba-lomba untuk menulis. Untuk tahun 2012 ini, jumlah PKM Undip yang didanai dikti sebanyak 241, terpaut jauh dengan tetangga kita, Unnes. Unnes berhasil mencapai 654 PKM dan menjadi universitas yang mendapatkan pendanaan Dikti terbanyak tahun ini. Dengan ini, diharapkan mahasiswa dapat terpacu untuk mulai menulis dan meningkatkan tulisannya. Jadikan menulis sebagai budaya, karena dengan menulis gagasan dapat tersalurkan dan dapat menjadi cerminan bagaimana suatu bangsa betindak. Seseorang akan terus hidup karena ia menorehkan sesuatu, tulisannya. (sinta/momentum).
Read more →

Wednesday, May 9, 2012

ini cerita ibu kosku, mana cerita ibu kosmu?

,


Saya dua kali pindah kos. Kos pertama saya di bandung, dari depan tidak terlalu menggiurkan bentuknya, tingkat tiga dan kumuh. Tapi ini tempat yang paling strategis, gimana gak, di seberang kos udah ada dunkin donat, angkot, dan pangkalan damri, 20 meter sebelah kiri ada mall, bayangkan 20 meter! Fotokopian, ATM, alfamart, tempat makan dari yang paling murah-mahal bisa dijangkau kurang dari 50 meter. Gak beda jauh sama kos kedua dan ketiga saya di semarang, akses kemana2 juga deket, cuma ga ada mall aja hehe. Tapi sebenernya bukan itu intinya, saya mau ceritain gimana ibu kos di kos-kosan yang pernah saya tempatin beserta ibu kos teman-teman saya dalam mengelola listrik di kosnya.

Di kos pertama, sang ibu kos membiarkan anak-anak kosnya membawa berbagai macam alat elekronik tanpa tambahan biaya apapun, semacam TV, kulkas, PC, laptop, apapun semuanya udah termasuk. indah bukan? harga pun terjangkau :D

Kos yang kedua mulai gawat, biaya listrik terpisah, laptop dan PC beda bayarnya, rice cooker, heater harus nambah lagi. walaupun yang kecil-kecil bisa diumpetin, tapi ibu kos suka diem-diem masuk kamar pas liburan, ngecek apa aja yang dibawa dan kalo ada yang tidak sesuai dengan harapannya, siap-siap disita.

Kos tempat saya berdiam sekarang, sistem listrik diatur per kamarnya, listrik di satu kamar cuma  bisa dipake buat kipas dan charger handphone, selebihnya jangan harap. Seandainya kita mau ada tambahan listrik untuk TV atau charge laptop harus ngambil listrik dari luar, agak ribet awalnya karna kita wajib beli roll yang panjang. Beruntungnya teman-teman saya yang lain tidak perlu membayar listrik tambahan, karna beberapa dari mereka berhasil menjebolkan aliran listrik di kamarnya, jadi semua listrik bisa aman tentram damai di satu kamar, saya termasuk yang tidak beruntung. Konon, kalo ada temen yang ngerjain tugas di ruang tamu dan mendadak ibu kos dateng ngeliat ada orang lain yang bukan anak kos make listrik akan kena marah.

Semakin lama saya semakin terbiasa menghadapi hal-hal seperti ini, yang aneh di kos teman saya yang lain. Printer pun harus bayar, bahkan modem pun harus bayar juga. Asumsi ibu kos, seandainya sang mahasiswa punya modem, ia akan lebih sering make laptop, maka biaya listrik akan bertambah besar [masuk akal, tapi menyebalkan].

Cerita aneh lain, teman saya pun harus membayar kalo pake pompa buat aqua galon, gak habis pikir, pompa yang gak pake listrik, yang cuma di push doang harus bayar. Ternyata yang jaga kos ini udah sepuh, asumsinya sesuatu yang mengelularkan air itu pake listri [mungkin dia pikir itu dispenser] hehe.
Read more →