Sunday, May 12, 2013

From the Darkness to the Lightness

,




Saya belajar bersyukur dari kaum disibilitas, terutama mereka yang punya semangat melampaui orang-orang dengan kesempurnaan fisik. Sabtu (11/5) kemaren saya bersama seorang teman berkunjung ke Sahabat Mata. Sebuah komunitas yang dimotori seorang tunanetra, yang sudah sejak lama menderita kebutaan, Pak Basuki namanya. Pak Basuki sendiri mengalami kebutaan di tahun 2004 karena ablasio retina yaitu lepasnya saraf retina dan memang sejak dulu minus di mata Pak Basuki sudah besar, hingga minus 11. Di masa-masa kegelapannya itu, beliau merasa sangat terpuruk dan hanya suara-suara yang menemani, terutama radio. Berawal dari histori inilah, akhirnya Pak Basuki mendirikan sebuah stasiun radio SAMA FM dengan frekuensi yang hanya dapat dijangkau se-kecamatan Mijen [107.4 MHz], announcer-nya juga seorang tunanetra. Namun, selain ketenarannya akan radio, apa saja yang dilakukan Pak Basuki sehingga ia terlihat semakin waw, bahkan pernah masuk di Kick Andy?

Beberapa yang beliau ingat adalah membuat Al Quran braille dan melakukan pelatihan ke teman-teman tuna netra lainnya, melakukan pelatihan audio-editting, melakukan pengecekan mata ke anak-anak sekolah dasar, membuat drama khusus tuna netra dalam rangka penggalangan dana kacamata gratis, dan menjadi event organizer di seminar nasionar “meretas keterbatasan” sekaligus lomba debat tuna netra. Ketika saya bercerita saya pernah kuliah di pertanian, beliau sanga excited dan menceritakan bahwa ia ingin sekali menggagas pertanian untuk tunanetra [agropreneur], pertanian berbasis hidroponik. Tidak hanya mengadakan pelatihan pertanian saja, tapi juga ada pasar yang siap menerima agar pelatihannya tidak sia-sia. Semoga saja bisa terlaksana dalam waktu dekat.

Disini Pak Basuki mencoba membaur dan membangun kesetaraan dengan masyarakat. Kalimat beliau yang masih terngiang di telinga saya adalah “Tuna netra diterima di masyarakat mungkin karena ketunanetraannya. Tapi itu tidak akan bertahan, karena lama-lama masyarakat akan bosan. Harus menjadi manfaat untuk bisa diterima.”

Adakah tergerak melihat ini semua sebagai peluang untuk beramal sholeh?! :)




0 comments to “From the Darkness to the Lightness”